BuruMalukuNusantara

GMPRI Demo Minta Pembenahan Kembali Tatanan Adat Pulau Buru

Loading

TERASNKRI.COM | BURU, MALUKU – Puluhan aktivis yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Republik Indonesia (GMPRI) Kabupaten Buru, menggelar aksi demonstrasi damai di depan Kantor Bupati Buru, Sabtu (16/8/2025), untuk menuntut pembenahan kembali tatanan adat di pulau penghasil minyak kayu putih itu yang carut-marut dan meruncing belakangan ini, khususnya terkait Petuanan Kayeli dan lahan adat.

Aksi demo damai dimulai pukul 08.30 WIT yang dimulai dari Simpang Lima Namlea, dan sekitar 10 aktivis itu bergerak menggunakan satu unit mobil pick up lengkap dengan sound system dan spanduk, menuju kantor Bupati untuk melanjutkan aksi demonstrasi.

Empat mahasiswa bertindak sebagai orator yakni Sharul Awam, Muhcin Umasugi, Rifandi Makatita, dan Agil Asaggaf. Mereka secara bergantian menyampaikan aspirasinya.

Dalam orasinya, mereka menegaskan bahwa Pulau Buru saat ini tengah menghadapi beberapa permasalahan adat, seperti dualisme kepemimpinan adat di Petuanan Kayeli, lahan adat, bahkan sampai terabaikannya Lembaga adat Adat Noro Pito Noro Pa yang telah ada sejak dari generasi terdahulu.

Baca Juga  Klarifikasi Polres Buru: Aksi Tuduhan Miring Masyarakat Bara Tidak Sesuai Fakta di Lapangan

Hal ini tidak hanya mengancam persatuan masyarakat adat, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas sosial dan iklim investasi di daerah.

“Kami hadir di sini bukan sekadar untuk berteriak, tetapi untuk menyelamatkan kehormatan leluhur. Carut-marut tatanan adat Pulau Buru harus segera dikembalikan kepada jalurnya yang sah, musyawarah adat bersama lembaga tertinggi, Noro Pito Noro Pa. Jika adat terus dipermainkan oleh kepentingan elit, maka rakyatlah yang akan dirugikan,” seru salah satu orator.

GMPRI menuding adanya campur tangan elit politik yang sengaja menciptakan kekacauan adat demi kepentingan pribadi. Kondisi ini, menurut mereka, membuat investor ragu menanamkan modal, sehingga berimbas pada terhambatnya pendapatan asli daerah (PAD) dan hilangnya peluang ekonomi bagi masyarakat.

“Kami mendesak pemerintah daerah segera menyurati Dewan Adat Nor Pito Noro Pa, mempertemukan seluruh pemangku adat, dan menegaskan kembali sejarah Pulau Buru yang benar. Hanya dengan persatuan adat, Buru bisa aman, damai, dan berkembang,” tambah salah satu peserta aksi.

Baca Juga  Kapolres Buru dan Dandim 1506/Namlea Bersama Forkopimda Tinjau Bendungan Waeapu Jelang Kunjungan Kerja Wapres RI

Setelah berorasi, massa diterima oleh Asisten I Pemda Buru, Asnawi Tinggapi, yang menegaskan komitmen pemerintah untuk menindaklanjuti aspirasi tersebut.

Tatanan adat

“Kami menerima semua tuntutan yang disampaikan dan akan meneruskannya kepada Bapak Bupati. Pemerintah tidak bisa mengintervensi langsung urusan kepemimpinan adat, tetapi kami akan selalu menghormati hasil musyawarah mufakat Dewan Adat,” ungkap Asnawi.

Sebagai bentuk tindak lanjut, massa juga akhirnya bertemu langsung dengan Bupati Buru, Ikram Umasugi. Dalam pertemuan singkat itu, Bupati menyampaikan apresiasi sekaligus kritik.

“Saya menyesalkan aksi kecil seperti ini sampai harus berteriak di kantor. Lebih baik kalau ada aspirasi, disampaikan tertulis dan langsung ke ruang saya. Namun saya pastikan, tuntutan terkait persoalan adat ini akan kami fasilitasi dan tindaklanjuti,” kata Bupati Ikram.

Baca Juga  Mantan Pj Kades Waemangit Diduga Salahgunakan Dana Tahap I Tahun 2025

Aksi damai GMPRI Buru ini menjadi penanda bahwa kegelisahan atas kekacauan tatanan adat Pulau Buru bukan sekadar wacana elit, tetapi juga suara generasi muda yang menuntut agar marwah adat dikembalikan ke tempatnya yang sejati.

Sejumlah tuntutan yang disampaikan antara lain mendesak Bupati Buru untuk segera menyelesaikan permasalahan pemimpin adat (Raja Kaiely) yang ada saat ini, secara tuntas dengan berpedoman pada sejarah adat Buru yang sebenarnya.

Selain itu, meminta penyelesaian persoalan ini kepada jalur yang benar yaitu melalui Lembaga Adat Noro Pito Noro Pa, zsebagai lembaga tertinggi yang berhak menentukan, sebagaimana diwariskan oleh leluhur kita!

Mereka juga meminta penyelesaian permasalahan lahan adat Gunung Botak juga dikembalikan kepada Lembaga Adat Noro Pito Noro Pa, bukan kepada salah satu marga tertentu. (Grace)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *