NASIONALPers

Hari Pers Nasional 2020, Wartawan Jangan Terlena dengan Istilah Kemerdekaan Pers

Loading

Mantan Ketua Dewan Pers Bagir Manan (kiri) berbicara dalam diskusi di Hari Pers Nasional 2020 (foto: Hendrata Yudha/Inews TV)

BANJARMASIN – Pakar hukum yang juga mantan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan menyoroti pentingnya seorang wartawan dan media massa tidak terlena dengan Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang kebebasan pers. Dalam UU itu tidak pernah diatur secara jelas hukum pers.

Bagir juga mengingatkan insan pers jangan terlalu menikmati kemerdekaan pers tapi lupa mengisi substansi kontennya. “Seolah-olah jika wartawan dan pers akan diatur oleh hukum, maka wartawan acapkali bangga berlindung di UU Pers yang menyebutkan pers sepenuhnya pengaturan pers oleh pers sendiri,” kata Bagir, dalam diskusi Publik KUHP Dalam Perspektif Kemerdekaan Pers, di Hari Pers Nasional (HPN) 2020 di Banjarmasin, Jumat (7/2/2020).

Baca Juga  Presiden Prabowo Subianto Pimpin Upacara Pelepasan Presiden RI ke-7 Joko Widodo di Istana Merdeka

“Padahal jika tanpa ada UU pers akan terjadi “kebebasan” menggunakan kekuasaannya. Padahal kekuasaan tanpa batas itu cenderung korup,”
Kemerdekaan pers, kata Bagir harus mendapat perhatian, pertama perluasan cakupan tindak pidana yang dapat dikenakan pada pers. Kedua ancaman pidana yang lebih berat. “Tidak jarang kita kehilangan kemerdekaan pers karena terlalu menikmatinya dan lupa memperjuangkan dan memeliharanya, “ujar mantan Ketua Dewan Pers itu.

Baca Juga  Suksesi Pilkada, DKISP Inisiasi Press Gathering

Dalam telaahnya, Bagir mencatat ada 19 pasal di KUHP yang dapat menjerat pers ke ranah pidana dari hasil publikasinya yang terkait informasi kepada masyarakat.
Semua pasal itu, adalah peninggalan zaman Belanda, bersifat pasal-pasal karet (haatzai artikelen). “Walau sebetulnya tidak ada pers delik, namun pers itu rawan terseret kasus pidana sebab tidak ada batasan yang jelas. Mulur mungkret pasal-pasal itu kan bisa ditafsirkan macam-macam. Misalnya pasal-pasal tentang, penyiaran berita bohong, peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila, kehormatan, harkat dan martabat kepala negara dan wakil kepala negara,” ungkap mantan Ketua MA ini.

Baca Juga  Larasati Moriska Cetak Sejarah Buat Kalimantan Utara

Bagir menyarankan pers menjaga kemerdekaannya sendiri. Pertama, pers harus sadar sebagai pranata publik. Kedua, pers menjunjung tinggi etika. Ketiga, perluasan wawasan wartawan agar pers dapat menjadi agen pembangunan, mata publik, pengawas dan public Avant Garde. Keempat, pers harus memiliki hati nuraninya.

Sumber : Okezone