HukumInternasional

Buronan Pelaku Pembobol BNI Senilai Rp1,7 triliun Terciduk di Serbia

Loading

Pembobol BNI Maria Pauline Lumowa (Tengah)

TERASNKRI.COM | Jakarta – Di tengah terpaan badai pandemi, muncul kabar baik di bidang penegakan hukum Indonesia. Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) berhasil membawa pulang Maria Pauline Lumowa (MPL), buronan pelaku pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI) senilai Rp1,7 triliun, dari pemerintah Serbia.

Saat tiba di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (09/07/2020), Menkumham Yasonna Laoly yang memimpin langsung delegasi Indonesia dalam proses ekstradisi menyebut keberhasilan ini tidak lepas dari upaya diplomasi hukum dan hubungan baik kedua negara, serta menjadi buah manis komitmen pemerintah dalam upaya penegakan hukum yang berjalan panjang.

Proses pemulangan ini sempat mendapatkan gangguan dari salah satu negara Eropa dan upaya hukum dari MPL. Namun demikian, berkat pendekatan tingkat tinggi dengan para petinggi pemerintah Serbia, negara tersebut tetap tegas pada komitmennya untuk mengekstradisi MPL ke Indonesia walau kedua negara belum saling terikat perjanjian ekstradisi.

Menkumham menceritakan, komitmen tersebut ditegaskan langsung oleh Presiden Serbia Aleksandar Vucic dalam pertemuan bilateral pada awal pekan ini. Menurutnya, proses ekstradisi ini merupakan salah satu dari sedikit kasus di dunia yang mendapat perhatian langsung dari kepala negara.

Di sisi lain, Menteri kelahiran Sorkam, Tapanuli Tengah, ini juga menyebut keberhasilan proses ekstradisi MPL tak lepas dari asas resiprositas atau timbal balik. Sebelumnya, Indonesia sempat mengabulkan permintaan Serbia untuk mengekstradisi pelaku pencurian data nasabah, Nikolo Iliev, pada 2015.

Baca Juga  Polres Minsel Lumpuhkan Tersangka Kasus Curanmor, Pencurian dan Melarikan Perempuan

Kehadiran Menkumham selaku pemimpin delegasi sendiri merupakan salah satu upaya menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia untuk melakukan penegakan hukum. Pasalnya, selama proses permintaan ekstradisi sejak tahun lalu, ada negara dari Eropa yang juga melakukan diplomasi agar MPL tidak diekstradisi ke Indonesia.

MPL pun sebenarnya hampir saja lolos dari proses ekstradisi. Sebab, masa penahanan MPL oleh pemerintah Serbia akan habis pada pekan depan. Itulah sebabnya pemerintah Indonesia melalui Kemenkumham meningkatkan intensitas percepatan ekstradisi ini selama sebulan terakhir.

Satu hal yang perlu diingat. Ekstradisi MPL bukan lah akhir dari proses penegakan hukum terhadap buronan yang telah melarikan diri selama 17 tahun tersebut. Menkumham memastikan akan menyelesaikan kasus ini sampai tuntas, termasuk melakukan pemulihan aset yang dimiliki MPL di luar negeri.

“Kita akan menempuh segala upaya hukum untuk membekukan asetnya, termasuk memblokir akun dan sebagainya. Semua itu bisa dilakukan setelah ada proses hukum di Indonesia. Semuanya merupakan proses, tetapi kita tidak boleh berhenti. Semoga upaya ini bisa memberikan hasil baik bagi negeri sekaligus menegaskan prinsip bahwa pelaku pidana mungkin saja bisa lari, tetapi mereka tidak akan bisa sembunyi dari hukum kita,” tegas menteri berusia 67 tahun itu.

Baca Juga  Kasus Judol di Kementerian Komdigi Jadi Atensi Kapolri
Jalan Panjang Perburuan

Maria Pauline Lumowa merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta, lewat Letter of Credit (L/C) fiktif. Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro, atau senilai Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group itu diduga mendapat bantuan dari “orang dalam” karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.

Pada Juni 2003, BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.

Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dulu terbang ke Singapura pada September 2003, alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958, tersebut kemudian diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.

Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979. Namun, kedua permintaan itu ditolak oleh pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di sana.

Baca Juga  Anak 10 Tahun Empat Kali Disetubuhi Tetangga, Terbongkar oleh Sang Kakak

Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019. Penangkapan itu dilakukan berdasarkan nota merah Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.

Pemerintah Indonesia pun bereaksi cepat dengan menerbitkan surat permintaan penahanan melalui surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Nomor AHU-AH.12.01-10 tanggal 31 Juli 2019. Surat ini kemudian disusul dengan permintaan percepatan proses ekstradisi yang disampaikan melalui surat nomor AHU-AH 12.01-22 tanggal 3 September 2019.

Mengingat Maria Pauline Lumowa merupakan warga negara asing, Kemenkumham memastikan akan mematuhi prosedur hukum yang berlaku dengan memberi akses kepada kedutaan besarnya sebagai bagian perlindungan terhadap warga negara mereka.

Dengan selesainya proses ekstradisi ini, berarti berakhir pula perjalanan panjang 17 tahun upaya pengejaran terhadap buronan bernama Maria Pauline Lumowa. Ekstradisi ini sekaligus menunjukkan komitmen kehadiran negara dalam upaya penegakan hukum terhadap siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia.

TN/001