Tiga Kali Diundang, Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong Tidak Pernah Hadir di BPN Jakarta Pusat
TERASNKRI.COM | JAKARTA – Iskandar Halim Munthe, SH, MH selaku kuasa hukum Meifillia, seorang wanita yang menjadi korban salah eksekusi tanah dan bangunan di Jl Pasar Baru, No. 45 Pasar Baru, Jakarta Pusat, mempertanyakan validasi pihak yang menguasai tanah dan bangunan milik kliennya.
Obyek tanah dan bangunan milik Meifillia dikuasai tanpa hak dan melawan hukum oleh kedua orang yang diduga berkewarganegaraan Belanda, yakni Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong yang beralamat di Jl. Terogong Baru B-2 RT 011 RW 007, Kelurahan Gandaria Selatan, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan Provinsi DKI Jakarta yang pada saat mengajukan gugatan ke pengadilan Negeri Jakarta Pusat diduga belum menjadi Warga Negara Indonesia.
Putusan Perkara No. 395/Pdt G/Pn Jkt Pst menyatakan Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong merupakan ahli waris dari pemilik Hak Guna Bangunan (HGB) yang sudah mati sejak tahun 1980, padahal menurut peraturan perundangan yang berlaku, apabila Hak Guna Bangunan tidak diperpanjang, kembali menjadi milik negara.
Atas salah eksekusi itu, Iskandar mengaku telah melakukan upaya-upaya ke berbagai instansi dengan menanyakan validasi TEH dan TES kepada Lurah Kelurahan Gandaria Selatan sebanyak 2 kali, Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Selatan.
Juga kepada Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi DKI Jakarta, namun instansi instansi tersebut tidak bisa memberikan keterangan atas legalitas Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong.
“Kami sudah menyurati secara resmi, tapi mereka menjawab bahwa Nomor Induk Kependudukan Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong disebutkan statusnya terdaftar,” kata Iskandar, Sabtu (14/10/2023).
Akan tetapi, lanjutnya, hingga saat ini belum ada keterangan yang valid menyebutka sejak kapan mereka menjadi Warga Negara Indonesia yang memiliki NIK di KTP, karena pada saat gugatan dilayangkan sampai putusan akhir, Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong tidak pernah sekalipun muncul dipersidangan.
“Saya menduga mereka adalah siluman yang dibuat-buat atau direkayasa,” kata Iskandar kepada awak media, Sabtu (14/10/2023).
Dalam kaitan itu, Meifillia yang menjadi korban dugaan mafia tanah, telah melaporkan Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong ke Polda Metro Jaya, dengan Laporan Polisi No LP/B/6439/XII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 21 Desember 2021 dan telah diperiksa saksi-saksi.
Hariandi yang juga suami Meifillia, telah melaporkan dugaan perampasan barang miliknya atas salah eksekusi terhadap tanah dan bangunan miliknya di Jl. Pasar Baru, No. 45 Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Dalam sengketa perkara kepemilikan ini, Badan Pertanahan Nasional Kota Jakarta Pusat telah mengundang mediasi kepada Meifillia dan pihak Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong, namun berdasarkan Undangan Mediasi ke 1,2 dan ke 3, pihak Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong tidak pernah hadir.
“Dalam undangan mediasi yang dilakukan oleh BPN Jakarta Pusat, Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong tidak pernah sekalipun hadir, ini yang membuat kami makin curiga, sepertinya memang mereka ini hanya boneka yang digunakan untuk merekayasa dan merugikan klien kami,” sebut Iskandar.
Atas persoalannya itu, Iskandar menyebut pihaknya telah menyurati Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM RI. Isinya meminta kepada Dirjen Imigrasi untuk memberikan keterangan paspor atas nama Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong yang diduga warga negara Belanda.
“Kamis mengirim surat ke Dirjen Imigrasi meminta keterangan apakah ada paspor atas nama Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong? Dan sejak kapan paspor tersebut dibuat?” jelasnya.
Pertanyaan itu disampaikan Iskandar diyakini pada alasan saat gugatan diajukan pada 2008, Tan Eng Ho dan Tan Eng Shiong masih warga negara Belanda (WNA).
“Apalagi dari awal mereka tidak pernah muncul satu kalipun, baik gugatan maupun mediasi di BPN Jakarta Pusat,” tukasnya.
PMJ diminta serius, terhadap dugaan pidana yang dialami kliennya, Iskandar menyebut sudah ke Polda Metro Jaya. Dia berharap Kapolda Metro Jaya bisa turun tangan dan memantau Laporan Polisi No. LP/B/6439/XII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tanggal 21 Desember 2021.
“Kami berharap Pak Kapolda Metro Jaya turun tangan, karena penyidik saya nilai kurang serius dalam menangani kasus ini,” ucapnya. (Anhar Rosal)