Neraca Perdagangan Kaltara Alami Surplus Rp 25,13 T
TERASNKRI.COM | TANJUNG SELOR, KALTARA – Neraca perdagangan luar negeri di Provinsi Kalimantan Utara mengalami surplus USD1,60 miliar hingga akhir triwulan III 2023, atau sepanjang Bulan Januari sampai September. Apabila dikonversi ke mata uang rupiah, nilai yang tercatat sekitar Rp25,13 triliun (Mengacu Kurs Tengah BI 13/11 : Rp15.692).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltara mencatat, nominal ekspor Kaltara sampai akhir triwulan III 2023 di angka USD2,006 miliar (Rp31,48 triliun). Adapun, nominal impor di angka USD404,79 juta (Rp6,35 triliun).
Gubernur Kaltara, Drs H Zainal A Paliwang SH, M.Hum mengungkapkan neraca perdagangan yang surplus menandakan kinerja ekspor lebih tinggi dibandingkan impor pada periode yang sama. Surplus neraca perdagangan memberi dampak positif terhadap indikator ekonomi makro pada tingkat nasional sampai daerah.
“Surplus neraca perdagangan yang ditopang peningkatan ekspor akan berpengaruh terhadap permintaan produk domestik. Kondisi ini yang diharap mendorong perusahaan bisa menciptakan lapangan kerja baru untuk menggenjot produksi,”katanya.
Meski begitu, lanjut Gubernur, dampak positif yang dirasakan perekonomian daerah atas surplus neraca perdagangan berlaku dengan sejumlah catatan. Utamanya ketika produk ekspor didominasi produk olahan yang menyerap banyak tenaga kerja.
Secara umum, kata Gubernur, surplus neraca perdagangan Kaltara secara historis masih ditopang tingginya ekspor komoditas batu bara. Emas hitam ini memberi kontribusi sampai sekitar 80 persen setiap tahun terhadap ekspor Kaltara.
“Oleh sebab itu, positifnya surplus neraca perdagangan dan fantastisnya nilai ekspor Kaltara tidak bisa langsung membuat daerah berbangga. Batubara Kaltara yang bersifat sumber daya alam tidak dapat diperbaharukan diprediksi akan habis dalam waktu 47 tahun ke depan dengan mempertimbangkan kuota produksi daerah setiap tahun,”bebernya.
Sektor pertambangan batu bara juga perlu diingat merupakan kegiatan ekonomi berbasis padat modal dengan serapan tenaga kerja terbatas.
“Potret itu membuat keuntungan yang diterima hanya dirasakan sebagian kecil kelompok masyarakat, belum lagi ketika keuntungan tersebut justru lebih banyak dikonsumsi di luar Kaltara,”katanya.
Sementara itu, kontribusi ekspor dari komoditas hasil industri masih dalam rentang 10 sampai 15 persen. Angka tersebut juga masih didominasi rokok asal Singapura yang hanya transit di Kabupaten Nunukan untuk dikirim kembali ke Filiphina.
Adapun, komoditas yang paling perlu mendapat perhatian ada di sektor pertanian, karena nominalnya masih jauh dari harapan. Secara persentase, komoditas sektor ini hanya menyumbang 0,28 persen ekspor Kaltara tahun ini.
Di sisi lain, nominal impor yang masuk ke Kaltara catatkan pertumbuhan yang fantastis pada tahun ini. Kinerja impor naik sampai 241 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Sementara kinerja ekspor hanya tumbuh sekitar 7 persen.
“Tingginya pertumbuhan impor bahkan sampai mampu mengintervensi penurunan surplus neraca perdagangan dibandingkan tahun tahun sebelumnya. Kelompok barang hasil industri mendominasi impor yang masuk sampai 98 persen,” jelasnya.
Hal ini sejalan dengan perkembangan Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI) yang terakselerasi pada triwulan II 2023. Pada periode tersebut, sebagian besar impor berasal dari Uni Emirat Arab, Hongkong, Vietnam, dan Tiongkok dengan kontribusi masing-masing sebesar 75,79 persen, 12,04, 2,78 persen, dan 1,92 persen, disusul mitra dagang lainnya seperti Russia, Kamboja dan Malaysia.
Berkaca dari potret yang ada, penting bagi pemerintah untuk menstimulus kinerja ekspor komoditas yang bersumber dari industri olahan yang berbasis padat karya. Langkah tersebut akan membuat surplus neraca perdagangan berbanding lurus dengan pembangunan ekonomi daerah.
Hadirnya KIHI memang menjadi angin segar tampilnya surplus neraca perdagangan yang dapat dirasakan banyak masyarakat ke depan. Mengingat ragam industri di dalamnya menghasilkan produk tujuan ekspor dan membutuhkan banyak tenaga kerja. Beroperasinya KIHI ke depan juga akan menurunkan nominal impor yang masuk dan meningkatkan nominal ekspor daerah.
Sambil menunggu realisasi dari proyek strategis nasional tersebut, PT. Phoenix Resources International (PRI) di Tarakan yang akan beroperasi pada Bulan Oktober 2024 juga diperkirakan mampu mendongkrak ekspor hasil industri dan sekaligus menyerap tenaga kerja.
Pada tahap pertama, perusahaan ini menargetkan ekspor bubur kertas dan produk setengah jadi untuk diolah tisu, kertas dan sebagainya. Pada tahap dua nanti dilanjutkan dengan menghasilkan produk berbentuk barang jadi dari Tarakan.
Pemerintah juga penting menghadirkan formulasi lain yang tepat untuk menggaet lebih banyak investor di bidang industri olahan yang masuk. Langkah ini tentu perlu diimbangi dengan menjaga kepastian iklim usaha, kemudahan berinvestasi, ketersediaan sarana prasarana sampai kapasitas sumber daya manusia. (TN-Adv/DKISP Kaltara)