Pilkada Serentak 2024Politik

Mantan Wabup Malinau Topan Amrullah Akui Tak Harmonis dengan Bupati, Tidak Dilibatkan Dalam Beberapa Kebijakan

Loading

TERASNKRI.COM | MALINAU, KALTARA – Masa kampanye Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Utara, tak lama lagi akan segera usai. Riuh rendah dan suasana perpolitikan di Kaltara kian memanas. 

Terlebih sejak banyaknya berita miring terkait ketidakharmonisan antara salah satu pasangan calon (Paslon) Nomor 02 -Zainal Paliwang dan Paslon Nomor 03 Yansen TP. Keduanya pasangan petahana yang kini maju masing-masing dengan pasangan berbeda di Pilkada 2024.

Situasi ini membuat awak media, tertarik untuk mengulik lebih jauh bagaimana latar belakang birokrasi salah satu paslon Pilgub Kaltara kali ini, dalam masa kepemimpinan sebagai kepala daerah saat itu. 

Secara eksklusif awak media  berkesempatan mewawancarai secara langsung Wakil Bupati Malinau, Topan Amrullah, Spd, M.Si, di kediamannya pada Rabu siang (23/10/2024).

Diketahui, Topan kala itu duduk sebagai Wakil Bupati Malinau 2 periode, 2011-2016 dan 2016-2021 mendampingi Bupati Malinau, Yansen TP. Kala itu dikenal dengan akronim Yatop.

Saat disinggung soal hubungan antara Bupati dan Wakil Bupati kalau itu, Taupan menjawabnya apa adanya. 

Baca Juga  Relawan ZING dan ZIAP Akan Gelar Nobar Debat Kedua di Tanjung Selor

“Kalau secara personal nggak ya (tetap baik-baik saja). Tapi kalau di bidang pemerintahan iya (kurang harmonis). Misalnya penentuan pejabat-pejabat, ini apakah polanya seperti itu saya kurang paham, itu sudah disusun oleh tim seleksi dan tinggal finishing dan kita gak punya waktu untuk membaca siapa-siapa aja yang promosi,” ujarnya. 

Begitu pun soal membagian tupoksi kerja, Topan menjelaskan soal tupoksi kerja sebagai seorang Wakil Bupati. 

“Tupoksi Wakil adalah pengawasan, maka dia harus fokus pada bidang pengawasan dan bisa memaksimalkan kerjasama. Saya sangat menyadari bahwa wakil itu tidak punya kewenangan, yang bersifat kewenangan dan kebijakan itu hanya ada pada pimpinan daerah, sehingga kalau kita memahami posisi itu sebagai wakil, saya kira tidak akan ada masalah dengan posisi pimpinan,” ungkap Topan.

Apakah posisinya sebagai wakil tidak merasa “ditinggalkan” oleh bupati? Menjawab pertanyaan tersebut, Topan pun mengisahkan kondisi kala itu. 

“Kalau merasa ditinggalkan, sepertinya ya tanda kutip yah, kalau ditinggalkan secara personal kayaknya nggak waktu itu. Memang dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat resmi pemerintahan, kalau beliau berhalangan selalu dilimpahkan ke saya, tapi itu tadi dalam hal kebijakan penentuan pejabat-pejabat daerah, itu sudah disusun jauh-jauh hari, kemudian kita rapat itu sudah finalisasi. Sehingga kita tidak punya waktu melihat siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan promosi, padahal fungsi wakil tadi kan pengawasan, harusnya diberi kesempatan agak lama lah untuk mempelajari itu, paling tidak seminggu, ” ungkapnya. Jadi sejatinya Topan pada masa itu merasa tidak terlalu banyak terlibat.

Baca Juga  Soal Dana RT, ZIAP Bakal Berikan Lebih dari Rp 100 Juta, jika PAD Kaltara Surplus

Lebih jauh lagi, saat disinggung soal tren tidak harmonisnya hubungan antara kepala daerah dan wakil di beberapa kota lainnya di Indonesia, Topan menegaskan bahwa pada dasarnya bila wakil menyadari fungsinya sebagai pengawasan, tidak dalam posisi kebijakan apalagi kebijakan anggaran. 

“Tidak akan menjadi masalah dengan pasangan kita. Tetapi tat kala posisi wakil sudah menuntut lebih dan mendapatkan kebijakan yang “sama” dengan kepala daerahnya, inilah yang akan menjadi masalah”, ujarnya.

Baca Juga  Dorong Masyarakat Tana Tidung Berpartisipasi Dalam Pilkada Serentak 2024

“Sempat ada beberapa kali yang tidak pas, pada saat menentukan posisi jabatan-jabatan, dan saya tidak hadir dalam pelantikan karena tidak sesuai dengan hasil rapat, berubahnya belakangan. Dan bentuk protes saya terhadap pimpinan, saya tidak hadir dalam pelantikan tersebut”, imbuhnya.

Dan sebagai penutup sesi wawancara kami, Topan sempat menyampaikan pesan khususnya pada Yansen TP selaku Calon Gubernur Kaltara.

“Saya sangat paham beliau adalah seorang birokrat murni, bahwa beliau 8 tahun menjadi Sekda, 2 tahun menjadi Staff Ahli Gubernur, kemudian 10 tahun menjadi Bupati, kemudian 3 tahun lebih menjadi Wakil Gubernur, ya saya kira beliau secara kompetensi birokratnya memang memenuhi syarat. Cuman kan kita harus pahami, bahwa masyarakat ini kan tidak paham-paham amat dengan yang birokrasi itu, masyarakat ini inginnya pimpinan itu mudah ditemui, tidak terlalu protokoler, sehingga mereka merasa inilah pemimpin yang kami pilih. Jadi harapannya, tentu beliau dalam menyampaikan program-programnya, ya sesuai dengan visi misi,” bebernya. (*)