Demokrasi

Mafia dan Politik Korup

Loading

Oleh: H. Rachmat Rolau

KEHADIRAN mafia -kelompok kejahatan teroganisir- dalam pemilihan umum (pemilu) pernah menyusup ke dalam pratik demokrasi Amerika tahun 1960. Demokrasi yang menjadi harapan untuk menegakkan hak asasi serta kebebasan berpendapat dan berekspresi seluruh rakyat menjelma ibarat elegi matinya demokrasi. Kecurangan dan campur tangan mafia membuat rakyat tertekan.

Mafia berkolaborasi dengan penguasa korup hingga ikut mewarnai perjalanan demokrasi yang sejatinya menjunjung tinggi hak-hak privasi, justru berubah ketakutan, karena intimidasi dan kekerasan dari kaki tangan Mafioso -anggota mafia. Tetapi kerja sama mafia dengan penguasa tidak selalu berakhir dengan kedamaian abadi. Ada banyak catatan pencapaian berubah menjadi kekecewaan, bahkan berbalik menjadi permusuhan.

Berikut ini perjalanan panjang campur tangan mafia serta kisah tokoh-tokoh legendaris kriminal dalam politik yang penentukan keterpilihan tokoh yang mereka kehendaki. Tulisan ini dirangkum lewat referensi buku: The Everything Mafia Book, karya James Mannion.

Pemilu tahun 1960 merupakan bukti catatan gelap demokrasi Amerika ketika itu. Di mana, Jhon Fitzgerald Kennedy (JFK) mengalahkan Richard Nixon dalam sebuah kontestasi pemilu. Di atas kertas, publik memastikan Nixon menang.

Kekalahan Richard Nixon pada kontestasi pemilu saat itu justru menjadi tanda tanya warga Amerika. Hal ini karena Nixon didukung hampir seluruh negara bagian terutama di West Virginia yang 95 persen warganya menantang JFK karena isu rasial.

Sam Giancana -bos mafia ternama bersama para politisi korup di Chicago dituduh telah mengatur kotak suara untuk memastikan kemenangan partai demokrat yang mengusung JFK. Kecurangan ini terjadi di beberapa negara bagian termasuk Texas.

Meski kemenangannya diperoleh dengan cara curang, JFK hanya menang tipis. Selisih suara dengan Nixon hanya terpaut 100 ribu. Padahal, selama kampanye, JFK menggandeng selebriti sekaligus penyanyi legendaris, Frank Sinatra sebagai pendukungnya. Bahkan Sinatra membuat pesta dansa dengan menghadirkan bintang-bintang Hollywood.

Meski pada akhirnya, Frank Sinatra dan sahabatnya, Sam Giancana, kecewa. Tidak hanya pendukungnya yang kecewa. Kekecewaan terberat dan rasa tidak percaya uga datang dari kalangan Mafioso lantaran ketika dilantik jadi presiden, JFK langsung menunjuk adiknya, Robert F Kennedy sebagai jaksa agung. Pengangkatan Robert tentu saja memantik reaksi para bandit. Sebab, salah satu program Robert di awal jabatannya adalah, menghancurkan kejahatan teroganisir yang tak lain adalah organisasi para Mafioso yang membantu JFK menjadi presiden.

Di mata para bandit, keluarga JFK tidak tahu berterimakasih. “Tanpa bantuan kami, JFK dan adiknya (Robert Kennedy) tidak mungkin menduduki jabatan penting itu,” kata Sam Giancana, sahabat dekat Frank Sinatra yang juga bos mafia mengungkapkan rasa kecewanya. Padahal, Giancana-lah yang menekan para petinggi mafia hingga teamstersnya serta memaksa organisasi serikat buruh agar memilih JFK sebagai presiden.

Maka dalam istilah anggota mafia, berlaku sebuah wejangan sacral yang mengatakan, “Jika seseorang menolongmu berarti kau berutang budi padanya. Maka bantuannya harus dihargai dan dibalas ketika pembayaran utangmu selesai.”

Dan John F Kennedy akhirnya tewas terbunuh dalam perjalanan mobil ke Dallas, Texas. Meski kematiannya sudah berlalu kurang lebih 60-an tahun namun misteri kematiannya masih jadi perdebatan. Salah satu isu yang paling menonjol adalah keterlibatan mafia. (*/penulis adalah ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia Kalimantan Utara)

Print Friendly, PDF & Email

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *