DPRD Nunukan RDP dengan Pengusaha APMS asal Sebatik Terkait BBM Malaysia
TERASNKRI.COM | NUNUKAN, KALTARA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Nunukan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah pengusaha BBM (Bahan Bakar Minyak) mitra Pertamina pengelola APMS (Agen Premium dan Solar) di Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Para pengusaha BBM itu mendatangi para wakil rakyat di Gedung DPRD Nunukan, Jumat (03/02/2023) terkait keberatan dengan maraknya peredaran Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Malaysia yang harga jualnya lebih murah dibanding harga di APMS mereka.
Wakil Ketua I DPRD Kabupaten Nunukan, Saleh, SE yang memimpin RDP di ruang rapat Ambalat , menyampaikan pihaknya sudah meminta kepada Pemkab Nunukan agar segera melakukan rapat dengan Forkopimda terkait keberadaan BBM Malaysia yang peredarannya cukup banyak dan membuat pengusaha BBM mitra Pertamina di Pulau Sebatik tidak berdaya.
“Tentunya masalah ini sangat krusial yang terjadi di masyarakat perbatasan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Di satu sisi ada yang diuntungkan di sisi lain ada yang dirugikan,” ungkap Saleh.
Saleh juga meminta agar langkah penyelesaian masalah berjalan tuntas, perlu juga melibatkan pihak BPH Migas.
Hj. Yuliana salah satu pengusaha APMS di Sebatik menceritakan, BBM asal Malaysia dengan harga murah, menjadi incaran masyarakat pengguna kendaraan bermotor. BBM itu mudah didapat karena dijual eceran di tepi jalan.
“Adanya BBM dari Tawau Sabah Malaysia di Sebatik, imbasnya sangat besar kepada penjualan dan kuota BBM kami. Bahkan jarak beberapa langkah saja dari APMS itu ada yang berjualan BBM dari Malaysia,” kata Hj. Yuliana.
Hj. Yuliana menyebut harga BBM asal Malaysia RON 98 (sekelas Pertamax) dijual eceran Rp10.000 per liter. Sementara harga Pertamax di tingkat SPBU dan Pertashop sebesar Rp13.050 per liter.
“Pertamax kalau diecer bisa sampai Rp15.000 per liter. Sedangkan kalau Pertalite diecer mulai Rp12.000-Rp13.000. Pertalite di SPBU Rp10.000,” ucap Hj. Yuliana.
Hal itu membuat pengambilan BBM ke Depo Pertamina menjadi menurun sejak November 2022. Sehingga berimbas pada penjualan BBM tingkat SPBU di Pulau Sebatik.
Ditambahkan pula oleh Hj. Yuliana, selain Penurunan omzet, Yuliana juga menyampaikan beredarnya BBM Malaysia bisa menjadi ancaman bagi pendapatan negara melalui pajak. Ada dua jenis penarikan pajak dalam bisnis tersebut.
“BBM ini kan kena pajak dan pada angkutannya itu juga dikenakan pajak,” tuturnya
“Stok BBM kami jadi lama habisnya. Biasanya saya datangkan untuk dua SPBU sebanyak 300 ton selama satu bulan untuk tiga kali pengambilan. Sekarang 120 ton dalam sebulan dan hanya satu kali pengambilan, kami berharap dengan RDP ini ada jalan keluar atau solusi atas permasalahan yang timbul bagi kami para pengusaha APMS” pungkas Hj. Yuliana. (TN-Adv/***)