Pasal 81 RUU Sisdiknas Dipertanyakan
TERASNKRI.COM | NUNUKAN, KALTARA – Rancangan Undang – Undang (RUU) Sisdiknas masih menuai beragam kontroversi, sebelumnya sempat memanas hingga saat ini adalah hilangnya pasal TPG pada RUU Sisdiknas yang rilis pada bulan Agustus lalu.
“Pro dan kontra dari berbagai pihak mulai muncul ke permukaan di saat masyarakat sedang terbuai oleh drama panjang berita Ferdy Sambo. Kemudian, berita kenaikan BBM yang terbaru dan rilis kemarin di siang hari bolong,” kata Andi Jumiati, S.Pd di Nunukan, Selasa (6-9-2022).
Andi Jumiati yang merupakan Guru bahasa Inggris di SMA 1 Nunukan Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara mengatakan, bahwa dirinya sendiri merasakan keresahan yang amat sangat dengan isi dari RUU Sisdiknas pada pasal 81. Terlebih, sebagai seorang guru Bahasa Inggris di salah satu sekolah menengah atas di perbatasan antara Kabupaten Nunukan dan negara tetangga Malaysia tepatnya Tawau, Sabah. Ada apa dengan pasal 81 pada RUU Sisdiknas?. Mari kita cari tahu.
Dia berujar, bahwa kita berada dekat dengan negara tetangga Malaysia, Kabupaten Nunukan sedikit banyak merasakan dampak yang luar biasa. Sebut saja dari segi bahasa yang digunakan, di kota ini masyarakat dipengaruhi oleh bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari namun tidak menutup akses bahasa yang dibawa oleh suku lain yang bermukim lama di Nunukan. Tapi tidak dengan Bahasa Inggris yang telah lama digunakan di negara Malaysia bahkan di sekolah-sekolah sudah menjadi bahasa yang tidak asing. Negara tetangga saja sudah menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa sehari-hari, Indonesia kapan? Dan Nunukan? Apakah dampak penggunaan bahasa Inggris di sana juga berlaku di Nunukan? Jawabannya tentu tidak.
Selanjutnya kata dia lagi, rilis lah naskah RUU Sisdiknas pada Bab VIII yang memuat tentang kurikulum. Pada pasal 81 yang mengatur kerangka dasar kurikulum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 pada Jenjang Pendidikan dasar dan Pendidikan Menengah mencakup muatan wajib sebagai berikut: a. Pendidikan Agama; b. Pendidikan Pancasila; c. Bahasa Indonesia; d. Matematika; e. Ilmu Pengetahuan Alam; f. Ilmu Pengetahuan Sosial; g. Seni dan Budaya; h. Pendidikan Jasmani dan Olahraga; i. Keterampilan/Kecakapan Hidup; dan j. Muatan Lokal. Mata pelajaran Bahasa Inggris hilang ke mana ya?. Mengapa tidak tercantum sebagai mata pelajaran wajib?. Apakah nantinya peserta didik hanya dapat mengakses mata pelajaran Bahasa Inggris lewat kursus dan tidak lagi didapatkan di bangku sekolah?.
“Semua pertanyaan tersebut memenuhi, namun tidak menemukan jawaban hingga saat ini. Yah, tapi kan itu hanya RUU belum sah jadi UU. Iya benar, belum sah dan saya yakin hampir semua guru Bahasa Inggris memiliki kegelisahan yang sama,” ujarnya dengan nada prihatin.
Dia melanjutkan, Tiga peserta didik yang menjadi responden penulis mengutarakan pendapat mereka mengenai mata pelajaran Bahasa Inggris yang tidak lagi dimuat dalam mata pelajaran wajib di semua jenjang. Yang pertama bernama Muhammad Nazmy Anshori, salah satu siswa prestasi peraih medali Perunggu di bidang Ekonomi Olimpiade Sains Nasional yang juga merupakan Ketua OSIS SMA Negeri 1 Nunukan. Baru-baru ini meraih juara 1 Lomba Debat Demokrasi Tingkat Provinsi yang diselenggarakan oleh Bawaslu Provinsi Kalimantan Utara bersama tim nya. Ia mengatakan hal tersebut tidak relevan pada saat ini karena kita semua tahu bahwa persaingan bukan lagi antar daerah saja tapi secara global dan Bahasa Inggris digunakan untuk berkomunikasi dengan bangsa lain agar dapat terjalin relasi dari negara lain.
Andi Jumiati menambahkan, bahwa hampir di semua negara menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi dengan bangsa lain. Walaupun misalnya bertanding di Negara Cina contohnya tetap saja bahasa yang digunakan adalah Bahasa Inggris. Jadi berdasarkan pengalaman yang telah dilaluinya, dari lomba-lomba tersebut ia merasakan Bahasa Inggris sangat penting untuk dipelajari di sekolah. Pada saat perhelatan Pelatnas pun ia menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi sehari-hari dengan peserta Pelatnas dari negara lain.
“Jadi, saya menyatakan tidak setuju dengan hilangnya mata pelajaran Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib di semua jenjang,” paparnya.
Selain itu, responden kedua dan ketiga adalah peraih medali emas pada perhelatan KOPSI (Kompetisi Penelitian Siswa Indonesia) yang bernama Nadia Aulia dan Putri Adinda serta mewakili Indonesia pada tingkat Internasional di perhelatan The Regeneron International Science and Engineering Fair (ISEF) yang merupakan festival sains tahunan yang diselenggarakan oleh Society for Science and The Public (SSP) di Amerika Serikat. Mereka berdua pun mengutarakan hal yang hampir sama dengan responden pertama yaitu mempertanyakan dan menyatakan tidak setuju dengan mata pelajaran Bahasa Inggris yang tidak lagi masuk dalam mata pelajaran wajib pada naskah RUU Sisdiknas yang baru saja di rilis itu. Mereka menyampaikan bahwa Bahasa Inggris itu harus menjadi kebiasaan agar pada saat kegiatan yang berhubungan dengan dunia luar atau internasional maka dapat diterapkan secara tidak langsung sehingga tidak belajar dari awal lagi. Paling tidak dasarnya dapat dipelajari di bangku sekolah dasar sehingga nantinya jika lanjut ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi peserta didik menjadi tidak kaget dan mampu menyesuaikan diri. Nadia pun memberi contoh anak usia dua tahun pun bisa menggunakan bahasa Inggris secara baik karena terbiasa. Putri pun mengutarakan pendapat dari sisi yang lain bahwa teknologi saat ini hampir semuanya menggunakan Bahasa Inggris. Nah, berdasarkan pengalaman keduanya di kancah internasional walaupun disediakan translator pada saat itu. Mereka memilih tetap menggunakan Bahasa Inggris. Mereka juga menceritakan sedikit pengalamannya saat penyusunan proposal hingga PPT yang mewajibkan Bahasa Inggris.
Dari ketiga responden yang telah merasakan dan menyatakan manfaat yang diperoleh ketika mata pelajaran Bahasa Inggris saat ini masih merupakan mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan menengah.
Maka, menurut Andi Jumiati, Pasal 81 pada naskah RUU Sisdiknas agar dapat ditinjau ulang dan meminta agar mata pelajaran Bahasa Inggris dapat berada pada posisi atau urutan ke 11 mata pelajaran wajib pada pasal tersebut.
“Apalagi di daerah perbatasan seperti Nunukan, dengan akses kursus yang masih belum banyak. Semoga hal ini menjadi perhatian untuk ke depannya. Sehingga mata pelajaran Bahasa Inggris dapat diajarkan sejak dini dan nantinya peserta didik dapat maju dalam hal bahasa serta dapat bersaing secara global dengan bangsa lain,” harap Andi Jumiati. (AK)
Koreksi Judul Sebelumnya : Pasal 18 RUU Sisdiknas dipertanyakan
Menjadi : Pasal 81 RUU Sisdiknas Dipertanyakan