Neka Bara Tau (Jangan Berpaling Muka Satu Sama Lain)
Oleh : Adryan Naja (Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana, Malang)
Terasnkri.com | Opini -Salah satu slogan yang cukup akrab dalam kehidupan bermasyarakat Mangarai terlebih khusus Manggarai bagian timur ialah ungkapan neka bara tau. Term neka bara tau memiliki dua fenomena makna; pertama, neka bara tau adalah suatu nasihat. Sedangkan pada fenomena makna kedua, neka bara tau adalah suatu perintah atau larangan.
Neka bara tau terkesan seperti suatu nasihat terhadap seseorang yang sedang mengalami keretakan relasi dengan sesama. Pada makna lain, ungkapan neka bara tau lebih merujuk pada perintah atau larangan, agar jangan bara tau (jangan berpaling muka dengan sesama).
Mengapa ungkapan neka bara tau dijadikan sebagai nasihat atau perintah kepada seseorang? Apa makna problematif dari ungkapan neka bara tau?
Bara tau adalah kondisi relasi yang terpecah, atau suatu keadaan di mana relasi persahabatan tidak lagi terjalin dengan baik, atau dengan kata lain bara tau adalah absennya seseorang untuk menciptakan atmosfer persaudaraan dan persahabatan dalam masyarakat.
Dalam kehidupan bermasyarakat terlebih khusus di Manggarai (Timur), pengalaman bara tau (berpaling muka antara satu dengan yang lain) seringkali lahir dari rasa benci, iri hati dan cemburu. Sikap benci, iri hati dan cemburu muncul dari pemahaman sempit terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan bersama.
Mirisnya nalar kritis untuk mengelaborasi peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dapat mengebiri nilai-nilai substansial kehidupan bersama. Hal ini berimbas pada praktek bara tau dengan tetangga, atau dalam keluarga terjadi bara tau kakak dengan adik, dengan ibu, dengan ayah. Dalam komunitas sosial pun pengalaman bara tau dapat terjadi, misalnya, bara tau dengan yang beda agama, beda ras, beda suku dan beda budaya. Semua realitas itu merupakan kenyataan yang mengindikasikan betapa seringnya hati kita mencintai keburukan dari pada kebaikan dalam kehidupan bermasyarakat. Karena, bara tau bisa meretakan hubungan keluarga, hubungan persahabatan, baik itu dengan adik, kakak, ibu, ayah; dengan tetangga, dengan kawan atau sahabat dan dengan teman kerja.
Bara tau dilain hal terjadi ketika ada pertentangan, baik terjadi karena beda pendapat, terjadi karena masalah tanah, terjadi karena ada kesalahan dalam berbicara, dalam ber-maen gila, terjadi karena nama digosip oleh tetangga, terjadi karena kesalahpahaman dalam berelasi, dan lain sebagainya. Ada banyak sebab terjadinya bara tau di setiap daerah secara spesifik di Manggarai Timur. Bara tau bisa terjadi dalam anggota keluarga; antara ayah dan ibu, ibu dan anak, anak dan ayah, dan anak dengan anak. Bara tau juga terjadi antara tetangga rumah, antar suku, antara ras, antar agama, antar budaya, antar kampung, bahkan sampai tingkat nasional dan Internasional. Tentu saja dalam hal ini bara tau merupakan suatu realitas yang tidak menciptakan nilai kebaikan dalam kehidupan bermasyarakat. Pengalaman kebersamaan seakan hilang lenyap, hanya karena sedikit kesalahan yang terjadi dalam relasi.
Pengalaman kebersamaan dalam masyarakat merupakan realitas esensial yang terjadi karena adanya kehadiran setiap personal yang memiliki kesadaran itensitas akan kesosialitas diri. Salah satu kesadaran hakiki dalam diri seseorang ialah kesadaran untuk berada bersama dengan sesama. Kesadaran ini mencerminkan potensialitas diri setiap pribadi untuk bersatu dan membangun sebuah komunitas masyarakat. Maka, perjumpaan antara pribadi dilihat sebagai suatu kedatangan yang menyapa dan menuntut yang lain untuk menerima dan mengakui sesama.
Pribadi-pribadi yang membentuk suatu masyarakat ialah pribadi yang saling menjumpai dan menampakkan secara totalitas nilai kebersamaan. Perjumpaan antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain memungkinkan daya relasi menjalar dalam pengalaman kebersamaan dan sekaligus menuntut setiap pribadi untuk saling berdialog dan bersahabat. Yang menarik ialah pengalaman bara tau ini berada dalam lingkaran kebersamaan ini. Bara tau tida lain selain duri dalam daging. Bara tau adalah duri dalam kehidupan bermasyarakat.
Fenomena bara tau merupakan fenomena buruk dalam pengalaman kebersamaan. Bara tau tidak hanya membatalkan kontinuitas relasi, tapi juga bara tau menolak eksistensi manusia secara radikal. Karena dalam pengalaman bara tau yang terjadi adalah penyangkalan eksterioritas diri orang lain. Ada penolakan dari pihak yang satu terhadap pihak yang lain. Yang lain dianggap sebagai musuh, saingan, bahkan dianggap sebagai penghambat yang mesti disingkirkan dan ditolak kehadirannya.
Hal itu berimbas pada rasa dendam dan benci yang pada ujungnya saling berpaling muka. Pribadi yang satu berpaling muka dengan yang lain, maka yang ada hanyalah pengurungan akan kedamaian. Damai dikurungkan secara radikal dalama rasa benci dan dendam dan iri hati dalam hati. Damai dialienasikan dari dalam hati. Sementara benci dan dendam membara dan membakar semangat permusuhan antara satu dengan yang lain.
Oleh karena itu, Neka bara tau (jangan berpaling muka) menjadi suatu seruan etis kepada semua masyarakat di aman saja pun berada, secara spesifik ditujukan kepada masyarakat Manggarai. Seruan untuk hidup baik dan jangan bara tau agar jalinan relasi antara satu dengan yang lain tetap terjalin baik dan harmonis. Sebab, bara tau dapat memecahkan ideologi lonto leok (kumpul bersama). Semua orang dalam sebuah kampung harus berkumpul bersama, berada bersama (merangkul, mengayomi, membantu, memberi bila ada kekurangan, saling menyapa, saling berkomunikasi dan saling memaafkan) dalam menjalani kehidupan ini. Karena, hidup kita di dunia ini hanya bersifat mose dokong (sementara).
Kita tidak akan hidup yang kedua kalinya dalam satu kesempatan. Kehidupan kita ialah perjalanan pulang/kembali kepada Sang Penguasa. Setiap hari kita berjalan di atas udara yang sama, bumi yang sama, dan rumah yang sama yaitu semesta Manggarai. Lalu, apa gunanya bara tau dalam kehidupan sehari-hari, bila bara tau hanya membuat kita benci, dan menjauhkan diri dari yang lain? Bila bara tau hanya membuat kita tidak bebas dalam kehidupan sehari-hari? Bila bara tau hanya membuat kita tidak saling berkomunikasi dengan sesama? Bila bara tau hanya membuat relasi persahabatan dengan sesama terpecah?
Maka, Neka bara tau merupakan suatu ajakan yang membebaskan dan melegahkan. Ajakan untuk menerima dan mengakui yang lain ialah ajakan fundamental atas kebersamaan dalam bermasyarakat. Neka bara tau ialah suatu ajakan untuk hidup bersama, untuk hidup saling berkolaboratif, saling berkomunikasi, serta menjadi saudara dari yang lain. Karena kehadiran yang lain adalah kehadiran yang menyapa sekaligus memberi ajakan agar diakui kahadirannya. Karena itu, neka bara tau (jangan berpaling muka) adalah larangan dan sekaligus nasihat agar jangan berpaling muka terhadap sesama dalam keluarga, dalam kehidupan bermasyarakat, dalam kehidupan bernegara, dan dalam komunitas lainnya.
Penerimaan dan pengakuan terhadap yang lain pertama-tama harus memiliki sikap sedia. Kesediaan untuk menelanjangi keangkuhan dan keegoisan diri sendiri dan juga kesediaan untuk masuk ke dalam ruang kehidupan yang lain.
Orang yang siap sedia untuk menerima kehadiran yang lain tanpa melihat kesalahan, ialah orang yang baik hati. Hatinya dipenuhi oleh rasa damai, cinta dan kasih. Tidak dendam, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan ialah orang yang benar-benar menghayati kesakralitasan nilai kehidupan dan nilai kebersamaan. Hati yang dipenuhi rasa damai, cinta dan kasih akan mudah memaafkan. Memaafkan kesalahan sesama menjadi salah satu bagian dari ajaran Kristus yang menuntut setiap orang agar saling mengampuni. Mengampuni memang sulit untuk dilakukan, tapi bukankah sulit jika kita bara tau dalam menjalani kehidupan ini?
Maka, belajar untuk saling mencintai hendak dijadikan prioritas dalam kehidupan bermasyarakat. Mencintai sesama dan memaafkan sesama merepresentasikan gambaran masyarakat yang ideal.
Masyarakat ideal adalah perkumpulan pribadi-pribadi yang saling menyatu rasa dan saling menciptakan ruang hidup yang harmonis. Dengan kata lain, masyarakat ideal ialah masyarakat yang hidup dalam keharmonisan. Dalam kehidupan bermasyarakat setiap pribadi dipanggil untuk menjadi sahabat dan rekan kerja yang baik. Panggilan untuk menjadi seorang sahabat ialah panggilan eksistensial dari kedatangnya di tengah sesama. Sebab, kehadiran sesama dalam kehidupan bermasyarakat ialah kedatangan wajah-wajah yang menuntut suatu respon
untuk diakui eksistensinya, bukannya disangkal atau dinegasikan dengan cara bara tau. Sehingga, usaha yang harus diperjuangkan oleh masyarakat setiap hari ialah usaha untuk membongkar sikap curiga, iri hati, cemburu dan benci. Kebencian hanya membuat seseorang derita dan sakit hati. Maka, neka bara tau hendak menegaskan bahwa indahnya kehidupan bersama dalam masyarakat, apabila setiap pribadi saling membuka diri, saling menerima dan memberi, saling menyapa, saling memaafkan, saling mencintai dan saling menghormati atau menghargai satu sama lain.***
JANGAN LUPA : SELALU MEMAKAI MASKER APABILA BERAKTIVITAS DILUAR RUMAH, SELALU MENJAGA JARAK, KERAP MENCUCI TANGAN, HINDARI KERUMUNAN, KURANGKAN MOBILITAS DAN BERDOA KEPADA TUHAN UNTUK CEGAH COVID-19