ManggaraiNTTNusantara

Kisah Afni dan Yohanes, Memilih Putus Sekolah Demi Merawat Orang Tua

Loading

Sumber berita : voxntt.com tanpa perubahan

TERASNKRI.COM | RUTENG, NTT – Waktu menunjukan pukul 13.30 Wita, Senin (09/08/2021). Seorang pria tua terlihat sedang duduk di dalam sebuah rumah berukuran 4×3 meter.

Rumah itu berlantai tanah dan berdinding pelupuh bambu. Di sana, ia tidak banyak bergerak, hanya duduk di atas sebuah bale-bale.

Pria itu mengenakan baju kaus berwarna putih campur biru. Di lehernya terlihat sebuah rosario. Sedangkan di sebelah kanannya terdapat sebuah buku kitab suci dan sebungkus rokok merk Djitoe.

Di atas bale-bale tersebut, pria itu hanya bisa duduk dan tidur. Aktivitas lain sama sekali tidak bisa dilakukan. Bahkan untuk tidur saja posisinya selalu sama. Tidak pernah berubah. Begitu pun kalau ia duduk.

Kedua kakinya dijepit dengan menggunakan balok yang telah dipaku mati. Begitupun di tangan, balok berukuran besar sedang menjepit kedua tangannya sehingga menyebabkan ia tidak bergerak banyak. Untuk makan pun ia harus disuap.

Beberapa menit berselang, seorang anak gadis mendekat. Di tangannya terdapat sebuah piring berisi nasi yang telah dicampuri sayur. Ia hendak memberi makan pria tua yang sedang duduk di atas bale-bale.

Gadis itu mengambil posisi duduk tepat di samping kiri pria tua itu. Ia perlahan menyuapnya. Pria tua itu membuka mulut dan membiarkan nasi memasuki mulutnya. Ia mengunyahnya dengan lahap.

Sesekali, anak gadis itu mengangkat sebuah gelas yang berisi air. Ia memberikan air itu ke pria tua yang ada di depannya. Tidak butuh waktu lama, pria tua itu berhasil menghabisi sepiring nasi dan sayur yang disuap sang gadis.

Baca Juga  Bersama APH, Petugas Rutan Rengat Geledah Kamar dan Tes Urine Warga Binaan

Gadis itu ternyata merupakan anak sulung dari lelaki tua yang sedang dipasung. Ia bernama Kristina Viani Varnilan.

Sedangkan ayahnya yang dipasung tersebut bernama Siprianus Judin, warga Dusun Muwur, Desa Wae Mantang, Kecamatan Rahong Utara, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.

Setelah semuanya habis, gadis yang kerap disapa Afni itu pun kembali ke rumah sebelah. Rumah itu sama persis seperti rumah yang ditempati Siprianus, berdinding pelupuh bambu dan berlantai tanaha beukuran 4×3 meter.

Rumah itu ternyata merupakan rumah tempat tinggal Afni bersama ibunya serta tiga orang adik-adiknya. Di dalam rumah yang hanya memiliki sebuah kamar itu, mereka tinggal berlima.

Dari dalam rumah, terlihat seorang anak laki-laki, Servas Nanggur, menggenggam sepiring nasi. Ia adalah putra ketiga dari Siprianus Judin, pasien penderita gangguan jiwa yang dipasung di rumah sebelah.

Anak itu berjalan keluar rumah yang lokasinya bersebelahan dengan rumah tersebut. Ia masuk ke dalam rumah. Di sana, ia menyimpan makanan di atas bale-bale. Anak itu kemudian menyuruh pria tua berkumis yang ada di sana untuk memakannya

Pria berkumis tersebut adalah Donatus Dasor, saudara kandung dari ayah mereka, Siprianus Judin. Donatus juga telah lama mengidap sakit gangguan jiwa. Kini, ia masih dipasung. Usia pasungnya telah mencapai 20 tahun.

Tentang Afni dan Yohanes

Kristina Viani Varnilan (Afni) merupakan putri sulung dari Siprianus Judin dan Bergita Gumbul. Afni memiliki tiga orang adik. Dua di antaranya laki-laki dan satu perempuan.

Afni tamat SMA tahun 2020 di salah satu SMA swasta di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Walau demikian, ia sudah tidak lanjut kuliah. Gadis berparas cantik itu memilih merantau di Makassar dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

Baca Juga  Resmikan Mushola Al-Razaqy, Dandim 1506/Namlea : Wujud Komitmen Kita Mendekatkan Diri Kepada Allah

“Saya memiliki kerinduan untuk lanjut sekolah seperti teman-teman yang lain. Tetapi itu tidak bisa karena keadaan orang tua yan tidak punya uang. Saya akhirnya pergi merantau ke Makassar,” ujar Afni, Senin siang.

Setelah enam bulan menghirup udara di tanah rantau, Afni mendapat kabar bahwa ayah dan ibunya berkemungkinan mengidap sakit gangguan jiwa seperti yang dialami oleh Donatus, saudara kandung ayahnya yang dipasung selama 20 tahun.

Afni terpaksa harus pulang kampung. Ia bertekad untuk merawat ayah dan ibunya serta saudara dari ayah yang mengalami sakit gangguan jiwa.

Setiap hari, Afni merawat tiga pasien penderita gangguan jiwa itu dengan penuh kasih sayang. Ia selalu mengantarkan makanan.

Aktivitas itu juga dilakoni oleh tiga adiknya. Namun, yang menjadi sandaran utama keluarga adalah Afni dan saudara keduanya yang bernama Yohanes Jeklin Abut.

Yohanes telah resmi meninggalkan bangku sekolah dan memilih mengurus kedua orangtuanya. Ia hanya sampai di kelas dua SMP. Sedangkan kedua adiknya, Servas Nanggur dan Yefrita Jaya masih di bangku sekolah dasar (SD).

“Saya terpaksa meninggalkan sekolah karena merawat orang tua saya yang jatuh sakit,” tutur Yohanes.

Kini, kedua kakak beradik itu secara bergantian mengurus kedua orangtua serta Donatus, saudara sang ayah yang juga mengidap gangguan jiwa sejak lama.

Mereka sudah tidak lagi memandang sekolah sebagai prioritas. Yang paling penting bagi mereka adalah merawat orangtua dengan baik agar kelak bisa sembuh.

Mengharapkan Bantuan dari Pemerintah

Sebagai tulang punggung keluarga, Afni mengaku kesulitan untuk membiayai kehidupan keluarga.

Baca Juga  Implementasi Program Akselerasi Menteri Imipas, Rutan Rengat Gelar Razia Blok Hunian

Ia dan adiknya yang kedua sama sekali tidak bekerja. Sumber keuangan keluarga pun tidak ada.

“Di keluarga kami ini, hanya dua yang dipasung, ayah dan adiknya. Mama saya tidak dipasung. Ia tinggal bersama kami,” jelas Afni.

Kondisi tersebut memaksa Afni dan Yohanes untuk selalu berada di rumah guna memantau dan memastikan tiga orang keluarganya dalam keadaan baik. Ia pun sangat mengharapkan bantuan dari pihak luar.

Pengakuan Kadus Muwur Desa Wae Mantang

Kepala Dusun (Kadus) Muwur, Itha Musa, menjelaskan sampai sejauh ini desa setempat belum mengajukan laporan keberadaan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ke Pemda Manggarai.

Walau laporan belum diajukan, Pemdes setempat pernah merekomendasikan keluarga tersebut untuk didaftar sebagai salah satu penerima bantuan rumah tidak layak huni.

Namun, bantuan yang bersumber dari dana desa (DD) itu kemudian tidak diberikan karena keluarga tidak punya uang tambahan untuk membiayai pengerjaan rumah tersebut.

“Sempat ada bantuan untuk buat rumah tetapi ditolak dengan alasan tidak memiliki uang tambahan untuk membangun rumah. Dia sendiri (ayah Yohanes dan Afny) waktu itu tidak mampu karena dari desa itu hanya bersifat material saja,” ungkapnya. (Dikutip dari voxntt.com tanpa perubahan)

(Catatan : Kami dari terasnkri.com mohon maaf kepada pihak voxntt.com, karena sebelumnya menayangkan berita tersebut diatas tanpa terlebih dahulu menyebutkan sumber berita) 

JANGAN LUPA : SELALU MEMAKAI MASKER APABILA BERAKTIFITAS DILUAR RUMAH, SELALU MENJAGA JARAK, KERAP MENCUCI TANGAN, HINDARI KERUMUNAN, KURANGKAN MOBILITAS DAN BERDOA KEPADA TUHAN UNTUK CEGAH COVID-19