Kalimantan UtaraPilkada Serentak 2020Politik

Ketua LNP-PAN: Bubarkan Bawaslu Kaltara Jika Tidak Netral

Loading

TERASNKRI.COM | Kaltara, Tarakan – Pada 2020 ini, ada hajatan besar pemilihan kepala daerah (Pilakda) secara serentak. Total ada 270 daerah yang menggelar Pilkada. Baik itu pemilihan kepala daerah tingkat I (provinsi) maupun pemilihan kepala daerah tingkat II (kabupaten/kota). Dalam tiap pelaksanaan Pilkada, calon petahana atau incumbent hampir selalu mendapat sorotan, lantaran calon petahana mendapat berbagai keuntungan, dari penyalahgunaan wewenang atau berbagai fasilitas atau negara.

Ketua Lembaga Nasional Pemantau dan Pemberdayaan Aset Negara (LNP-PAN) Provinsi Kalimantan Utara, Fajar Mentari, S.Pd merasa kecewa dengan keputusan Bawaslu atas dugaaan penyalah gunaan wewenang oleh petahana Irianto beberapa waktu lalu saat menerima penghargaan swasta dari MNC Group untuk pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Pemprov Kaltara) dianggap tidak memenuhi unsur pelanggaran oleh Bawaslu Kaltara.

Pemilu merupakan momentum penting yang perlu dijaga integritas pelaksanaannya. Kualitas penyelenggaraan pemilu berjalan beriringan dengan kualitas penyelenggara pemilu, sehingga diperlukan penguatan netralitas Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu, agar dapat memperbaiki kualitas pemilu, dan menciptakan praktik penegakan hukum Pemilu yang baik di Kaltara. Penguatan netralitas ini harus dilakukan dengan menyertakan perbaikan di beberapa aspek-aspek vital. Yakni perbaikan kejujuran mengenai kelembagaan dan penyelenggaran pemilu yang memberikan ruang ketegasan pada Bawaslu yang lebih ideal dalam penegakan hukum pemilu.

“Saya menilai wasit tidak getol dan serius dalam melaksanakan fungsi pengawasannya. Pertama tidak adanya teguran peringatan awal sejak pak Irianto bagi-bagi uang dalam amplop peruntukan bantuan Covid-19. Yang disesalkan ironisnya di amplop bertuliskan ‘Bantuan Gubernur Kaltara’, padahal hasil dari patungan pegawai Pemprov,” terangnya.

Mungkin lebih elegan jika atas nama ‘Keluarga Besar Pemerintah Provinsi Kaltara’, karena selain bukan murni dana Pemrov, itu dana patungan, dan pak Irianto seharusnya jangan melawan lupa bahwa H. Udin Hianggio masih berstatus sebagai wakil gubernur yang sah di mata hukum.

Baca Juga  Soal Dana RT, ZIAP Bakal Berikan Lebih dari Rp 100 Juta, jika PAD Kaltara Surplus

Di samping itu, ada embel-embel kalender bergambar pak Irianto, dan buku capaian program pemerintah. Lalu apa kaitannya embel-embel itu dengan corona dengan hanya dibagikan kepada khusus mereka yang memperoleh bantuan Covid-19, kenapa tidak dibagikan kepada umum?

“Artinya tersirat indikasi nuansa politis. Memang hal itu tidak melanggar secara administrasi, tetapi melanggar secara etika, sebab sudah menjadi rahasia umum bahwa pak Irianto adalah salah satu bakal calon yang akan ikut bekompetisi di Pilgub 2020, dan sebenarnya itu sudah masuk enam bulan sebelum penetapan calon yang namun diundur lantaran kita dilanda bencana nasional Covid-19,” jelas pria akrab disapa FM ini.

Bicara soal etika tentu tidak lain bicara soal kepatutan, antara patut atau tidak patut. Jadi menurut FM, itu bukan teladan yang patut dilakukan oleh seorang pemimpin nomor 1 di Kaltara. Harusnya Bawaslu memberikan teguran pengantar agar kejadian sejenisnya tidak terulang lagi dan lagi. Demikian pun sebagai peringatan bagi calon lain agar tidak ikut-ikutan.

Saat Hari raya Iduladha juga sudah masuk enam bulan sebelum penetapan calon, ramai di media sosial seseorang menggunakan baju berlogo Iraw juga bagi-bagi amplop berisi uang 50.000 rupiah di pemotongan hewan qurban, dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bertuliskan ‘Bantuan Gubernur Kaltara’. Mestinya atas nama pemerintah dan beserta logonya, lengkap menyertakan sumber dananya, semisal BLT harus ditulis ‘BLT’, jadi umum bisa tahu itu program apa. Secara etika menurutnya itu terang salah, apalagi ini sudah masuk tahapan Pilkada, sehingga sangat pantas dianggap sebagai kampanye terselubung.

“Salah satu kenalan saya bernama Joni yang berdomisili di Juata Kerikil – Tarakan mendapat pesan messenger dari pacarnya jika ia memperoleh bantuan tersebut dan bahkan disisipkan sticker Paslon Iraw dan dijanji akan ditambah lagi jika mencoblos Iraw. Saya diperlihatkan foto buktinya. Hanya saja batas waktu melapor hanya 7 hari terhitung sejak kejadian perkara, sehingga otomatis bukti sudah kehilangan nyawa jika dilaporkan. Ini merugikan pihak penyumbang yang dalam hal ini adalah negara. Sapi punya susu, beruang punya nama. Di samping itu, ini momentum Pilgub, jelas ada perbuatan melawan hukum jika itu terbukti,” rincinya.

Baca Juga  Tari Tungal Lingkuda Dinobatkan Sebagai Warisan Takbenda Indonesia

Lanjut FM, Ada beberapakali pelanggaran kasat mata yang bisa kita temukan di media sosial, temuan atas pelanggaran kasat mata itu tidak perlu menunggu ada yang melaporkan. “Jadi Bawaslu jangan pura-pura bodoh, jangan pura-pura buta-tuli. Kalau Bawaslu cerdas, di tengah pandemi seperti sekarang ini, mestinya Bawaslu hadir dalam melakukan pengawasan yang lebih ekstra khususnya di media sosial, salah satunya membentuk tim khusus yang memang ditugaskan pada pengawasan di media sosial. Hentikan sandiwara cinta Bawaslu dengan segala kepura-puraan netralnya. Hal ini menunjukkan kurangnya ide dan ekstra perhatian Bawaslu dalam menyiasati dan me-manage pengawasan Pemilu, sehingga Bawaslu terkesan makan gaji buta, mengenai tugas dan kewenangan dari Bawaslu sebagai institusi pengawas Pemilu terlihat sangat terbatas dalam memainkan peran yang lebih strategis lagi pada penyelenggaraan Pemilu,” ucapnya.

Selain itu, setiap kali Pemilu dilaksanakan selalu saja muncul isu tentang lemahnya penegakan hukum Pemilu. Isu ini berangkat dari kenyataan betapa banyak pelanggaran administrasi dan tindak pidana Pemilu yang tidak ditangani sampai tuntas.

“Anda semua yang ada di Bawaslu dibayar uang halal dari negara untuk menegakkan tugas pokok dan fungsi. Bawaslu mempunyai fungsi mengawasi Penyelenggaraan Pemilu dalam rangka pencegahan dan penindakan untuk terwujudnya Pemilu yang demokratis. Pelaksanaan program dan kegiatan Bawaslu dalam rangka pelaksanaan fungsi dan pencapaian kinerja dibiayai oleh Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga. Sebagai lembaga yang menggunakan anggaran Negara dalam melaksanakan program dan kegiatannya serta untuk tetap mengedepankan sistem keterbukaan, akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan, maka disusunlah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP),” lanjutnya.

Baca Juga  Debat Ketiga : ZIAP Paparkan Visi Misi Transformasi Ekonomi Daerah

Lebih jauh dikatakan FM, demi mencapai pelaksanaan Pemilu yang mandiri dan bebas dari pengaruh berbagai pihak, maka diperlukan lembaga yang berperan untuk mengawasi pelaksanaan Pemilu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bawaslu merupakan salah satu lembaga penyelenggara Pemilu yang mandiri dan bebas dari berbagai pihak maupun terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Pelaksanaan tugas dan kewenangan Bawaslu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam rangka melaksanakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntanbilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Bawaslu mempunyai kewajiban untuk secara mandiri merencanakan, melaksanakan, mengukur dan memantau kinerja serta melaporkannya kepada instansi yang lebih tinggi. Hal tersebut tertuang di dalam Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP).

Mengingat fungsi Bawaslu yang sangat dibutuhkan, maka Bawaslu ditetapkan sebagai penyelenggara Pemilu yang bersifat tetap dan mempunyai kewenangan mengawasi jalannya Pemilu. Hal ini sesuai dengan pendapat bahwa eksistensi lembaga pengawas Pemilu akan semakin lemah apabila kewenangannya tidak digunakan secara jujur, adil, amanah, bermartabat, tegas, dan bertanggungjawab. Kelemahan-kelemahan tersebut dalam mengawasi penyelenggaraan Pemilu pada akhirnya akan dapat membahayakan perjalanan demokrasi di Kaltara.

“Keberadaan KPU dan Bawaslu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu dapat diartikan bahwa keberhasilan penyelenggaraan Pemilu tidak saja akan ditentukan oleh kemampuan KPU dalam melaksanakan semua tahap Pemilu, tetapi juga oleh Bawaslu. Melalui tugas pengawasan dari Bawaslu, diharapkan Pemilu bisa terlaksana dengan baik dan sesuai dengan asasnya, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. Masing-masing tugas dan kewenangan yang dimiliki oleh kedua lembaga ini menunjukkan dua hal yang saling melengkapi dan saling menguatkan demi terselenggaranya Pemilu yang berkualitas,” tutupnya.

(TN/***)