EkonomiNASIONALPerburuhan

BP2MI Akan Laporkan 375 Kasus Aduan ABK ke Mabes Polri

Loading

Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi anak buah kapal (ABK) Long Xing 629 tiba di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat 8 Mei 2020 (Foto : ANTARA/Hasnugara)

TERASNKRI.COM | Jakarta – Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdhani akan melaporkan 375 kasus aduan yang masuk dari anak buah kapal (ABK) ke Mabes Polri.

“Minggu depan saya akan memimpin langsung melaporkan 375 kasus pengaduan ABK ini ke Mabes Polri,” kata Benny, Sabtu, 9 Mei 2020.

Namun, Benny tidak menjelaskan detail jenis-jenis laporan pengaduan yang masuk ke BP2MI dari para ABK yang bekerja di perairan luar negeri tersebut.

Nasib para ABK belakangan menjadi sorotan setelah ramainya kasus dugaan perbudakan para ABK (Anak Buah Kapal) di kapal pencari ikan berbendera Cina baru-baru ini.

Baca Juga  Presiden Prabowo Disambut Meriah di Pembukaan Apel Kasatwil Polri 2024

Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo mengatakan, kerentanan pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan memang bukan hal yang baru. Dalam Global Slavery Index yang dikeluarkan Walk Free tahun 2014-2016 juga menempatkan pekerja migran di sektor kelautan dan perikanan (terutama sebagai ABK di kapal pencari ikan) sebagai praktek perbudakan modern yang terburuk.

Dalam pemeringkatan itu, ujar dia, terhitung ada ratusan ribu ABK Indonesia di kapal-kapal penangkap ikan berada dalam perangkap perbudakan modern. “Jika kondisi tersebut masih berlangsung sampai sekarang, maka situasi memang belum berubah dan ini tentu sangat menyedihkan,” ujar Wahyu dalam keterangannya, 8 Mei 2020.

Baca Juga  Astra Dorong Pertumbuhan dan Pengembangan UMKM, IKM dan BUMDES melalui Kolaborasi Strategis dan Pelatihan Ekspor

Pemerintah Indonesia pernah terlibat dalam upaya memerangi perbudakan di sektor kelautan, terutama pada masa Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudiastuti. Namun, kata Wahyu, inisiatif tersebut lebih banyak menyangkut soal praktik di perairan Indonesia, dipicu kasus perbudakan di kapal ikan di perairan Benjina, kepulauan Maluku.

Menurut Wahyu, kerentanan para pekerja migran Indonesia di sektor kelautan dan perikanan juga dipicu oleh ketiadaan instrumen perlindungan yang memadai sebagai payung perlindungan bagi mereka. Meskipun UU No. 18/2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia mengamanatkan adanya aturan khusus mengenai Pelindungan Pekerja Migran Di sektor Kelautan dan Perikanan, namun hingga saat ini aturan turunan tersebut belum terbit.

Baca Juga  Komisi VII DPR RI Gelar Kunjungan Spesifik ke PT Sritex: Komitmen dalam Upaya Penyelamatan Perusahaan dan Kesejahteraan Pekerja

Benny Rhamdani mengakui hal tersebut menjadi persoalan. Sampai saat ini, kata Benny, belum ada peraturan pemerintah yang mengatur hal tersebut. Dia menyebut, peraturan pemerintah itu masih tahap harmonisasi. “Karena kita masih dalam tahap transisi,” ujar dia.

(TN/Tempo.co)